~Enjoy My Blog~

Sunday, October 10, 2010

Peristiwa Lengkong

Akademi Militer Tangerang diprakarsai oleh seorang pemuda bernama Daan Mogot pada tanggal 5 November 1945. Beliau kemudian dilantik menjadi direktur pertama.
Daan Mogot gugur dalam "Peristiwa Lengkong." Peristiwa ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan perlucutan senjata pasukan Jepang di berbagai daerah, namun satu-satunya yang berakhir dengan jatuhnya korban dalam jumlah besar.

Perlucutan senjata dan pemulangan tentara Jepang ditempuh berdasarkan kesepakatan 30 Nopember 1945 antara pemerintah RI dan pasukan sekutu. Usai salat Jumat, 25 Januari 1946, sepasukan taruna Akademi Militer Tangerang dan tiga perwira Tentara Keamanan Rakyat (TKR) berangkat menuju Lengkong, Serpong, menumpang tiga truk dan sebuah jip militer dari Resimen IV Tangerang.


Mereka tiba di markas Jepang di Lengkong pukul 16.00. Tugas damai itu mulanya lancar-lancar saja. Di luar dugaan, pasukan TKR dan taruna diberondong tembakan dari pos-pos mitraliur tersembunyi.
Pertempuran berlangsung singkat dan tak seimbang. Akhirnya, 33 taruna dan tiga perwira gugur, yakni Letnan Soebianto Djojohadikoesoemo, Letnan Soetopo, dan Mayor Daan Mogot. Seorang perwira lainnya, Mayor Wibowo, menjadi tahanan pasukan Jepang. Lebih dari 10 taruna luka berat dan 20 lainnya ditawan, hanya tiga taruna yang berhasil lolos dan tiba di Markas Komando Resimen TKR Tangerang keesokan harinya.

Perang Lengkong
25 Januari 1947
Tanggal 25 Januari 1946 Pertempuran Lengkong. Kekalahan Jepang atas Sekutu meninggalkan satu kompi pasukannya di Lengkong, Serpong, Tangerang. Mereka bertahan di Lengkong sambil menunggu saat pemulangan mereka kembali ke tanah airnya. Seperti juga kesatuan-kesatuan TKR lainnya, desa Lengkong yang menjadi bagian wilayah Resimen IV Komandemen I TRI Jawa Barat pimpinan Letnan Kolonel Singgih pasca menyerahnyaJepang kepada Sekutu bermaksud melucuti senjata pasukan Jepang. Tugas perlucutan senjata selanjutnya akan dilaksanakan oleh Taruna Akademi Militer Tangerang.

Pada tahap pertama perlucutan berjalan lancar. Dengan mempergunakan 8 orang tawanan tentara Sekutu/India sebagai sandera, pasukan taruna berhasil masuk ke dalam pertahanan pihak Jepang.

Akan tetapi tiba-tiba terdengar sebuah letusan yang tidak diketahui asalnya, sehingga menyebabkan keadaan berubah menjadi tegang untuk kemudian meledak menjadi pertempuran yang sengit. Sementara itu Mayor Daan Mogot, Direktur Akademi Militer Tangerang yang sedang mengadakan perundingan dengan Kapten Abe, Komandan pasukan Jepang di Lengkong, segera meninggalkan ruangan perundingan untuk menghentikan pertempuran, tetapi usahanya sia-sia.

Ia kemudian bergabung dengan pasukan taruna. Pertempuran berjalan tidak seimbang dan berakhir dengan gugurnya Mayor Daan Mogot. Dalam pertempuran tersebutkorban di pihak taruna sebanyak 37 orang gugur dan 35 orang tertawan. Hanya tiga orang yang berhasil menyelamatkan diri. Setelah mengetahui terjadinya pertempuran itu, Resimen IV bermaksud mengadakan serangan balasan, tetapi kemudian dibatalkan karena mengkhawatirkan nasib para taruna yang masih ditawan Jepang. Pada tanggal 27 Januari 1946 diadakan pertemuan antara pihak Jepang dan Indonesia. Dalam pertemuan itu dicapai kesepakatan bahwa pihak Jepang akan membebaskan tawanan, menyerahkan jenazah para taruna dan mengembalikan senjata milik TRI yang jatuh ke tangan mereka. Pada tanggal 28 Januari 1946 jenazah para taruna dipindahkan ke pemakaman-pemakaman dekat Markas Resimen IV, yang kini dikenal sebagai Taman Pahlawan Tangerang dengan suatu upacara militer.

No comments:

Post a Comment